Home » Islami » Doa I’tidal dan Artinya (versi Muhammadiyah & Sesuai Sunnah)

Doa I’tidal dan Artinya (versi Muhammadiyah & Sesuai Sunnah)

Iuwashplus.or.id Dalam sholat ada yang namanya gerakan i’tidal. Gerakan i’tidal tepatnya dilakukan setelah gerakan ruku’. Doa i’tidal tidak boleh dilewatkan dalam sholat, hal ini karena i’tidal sama halnya dengan ruku’ yang merupakan rukun fi’li atau dikenal juga dengan perbuatan yang harus ada dalam sholat.

Tidak hanya doa, gerakan i’tidal juga harus dilakukan dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan contoh dari Nabi Muhammad SAW ketika sholat. Harus ada tuma’ninah pada tiap gerakan sholat termasuk pada gerakan i’tidal dan saat membaca doanya.

Syarat-syarat Gerakan I’tidal Dalam Sholat

Syarat-syarat Gerakan I'tidal Dalam Sholat

Tak hanya doa saja yang perlu diperhatikan, bagian gerakan dalam sholat juga harus benar sehingga sholat bisa dikatakan sah.

Hal ini juga berlaku untuk gerakan i’tidal. Gerakan i’tidal harus memenuhi beberapa syarat sehingga bisa dikatakan gerakannya sah. Berikut ini syarat-syarat yang dimaksud:

1. I’tidal Tujuan Utama Bangun Dari Rukuk

Saat seseorang melakukan sholat dan sedang melakukan gerakan ruku‘, maka gerakan bangun dari ruku’ harus punya tujuan utama untuk i’tidal dan bukan gerakan lain.

2. Harus Ada Tuma’ninah

Sebelumnya telah disinggung sekilas tentang gerakan tuma’ninah dalam sholat. Gerakan i’tidal harus dilakukan dengan tuma’ninah. Tuma’ninah sendiri merupakan jeda pada tiap gerakan dan doa dalam sholat.

Cara melakukan tuma’ninah dalam gerakan i’tidal ini adalah dengan berdiri tegap lalu diam sejenak kemudian membaca doa i’tidal secara perlahan atau tidak terburu-buru dan mendalami maknanya. Aturan tuma’ninah ini ada dalam hadits Abu Humaid As Sa’idi RA, ia berkata:

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kepalanya (dari rukuk) hingga berdiri hingga masing-masing tulang punggung pada posisi semula ” (HR. Bukhari no. 828)

3. Lamanya Waktu Berdiri

I’tidal tidak boleh dilakukan dengan waktu yang lama sebagaimana gerakan membaca surat Al Fatihah setelah takbiratul ihram.

Hal ini sudah dijelaskan dalam ketentuan rukun sholat yang mana i’tidal sendiri adalah gerakan pendek dalam sholat.

4. Gerakan I’tidal Harus Benar

Dalam sholat gerakan i’tidal harus diperhatikan dengan baik dan benar. Dalam hal ini para ulama’ sudah menyepakati bahwa gerakan i’tidal harus dilakukan dengan tegap dan lurus karena ini adalah bagian dari tuma’ninah.

Namun selain aturan tuma’ninah ada beberapa pendapat berbeda tentang gerakan i’tidal. Ulama Malikiyah menyatakan pendapatnya bahwa gerakan i’tidal ini punya batasan tertentu. Batasan yang dimaksud menurut Malikiyah ini adalah badan yang tidak boleh condong.

Pendapat tersebut berbeda lagi dengan pernyataan Hanabilah yang mana menurut pendapatnya gerakan i’tidal jauh dari batas gerakan ruku’.

Lantas ada lagi pendapat dari Syafi’iyyah yang mengemukakan pendapatnya bahwa gerakan i’tidal dilakukan dengan batasan yang sama dengan gerakan berdiri ketika sholat, yakni posisi berdirinya harus meluruskan atau menegakkan  tulang belakang.

Dari berbagai pendapat pernyataan yang berbeda terkait batasan gerak i’tidal di atas, bisa diambil ketentuan secara garis besarnya bahwa gerakan i’tidal harus sempurna. Kesempurnaan gerakan i’tidal adalah dengan meluruskan atau menegakkan badan.

Gerakan ini berlangsung hingga anggota tubuh kembali lagi ke posisi awal. Meskipun posisi badan ada yang hanya bisa sedikit membungkuk, gerakan i’tidal tetap bisa dilakukan dengan menegakkan dan meluruskan badan. Dan yang paling utama bersikap tenang (tuma’ninah).

Baca Juga  Urutan Dzikir Setelah Sholat yang Tepat Lengkap Arab Dan Latin

5. Tidak Boleh Membaca Dzikir Lain Selain Do’a Bacaan I’tidal

Memperbanyak dikirim memang merupakan hal yang sangat baik untuk dilakukan. Namun tidak semua kondisi diperbolehkan untuk memperbanyak bacaan dzikir. Di luar aktivitas sholat, memperbanyak dzikir sangat dianjurkan karena bisa semakin mendekatkan diri pada Allah.

Namun berbeda halnya dengan kondisi saat sholat. Saat sholat semua bacaan dalam sholat sudah ditentukan sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Hal ini juga termasuk saat seseorang melakukan gerakan i’tidal.

Saat melakukan gerakan i’tidal dalam sholat, tidak boleh ada bacaan dikirim lain selain doa gerakan i’tidal itu sendiri. Bahkan jika seseorang membaca doa lain atau dzikir lain saat i’tidal, hal tersebut bisa membatalkan sah nya sholat.

Macam-macam Bacaan Do’a I’tidal

Macam-macam Bacaan Do'a I'tidal

Pelajaran paling mendasar dari do’a gerakan i’tidal dalam sholat adalah mengetahui bahwa doa dalam i’tidal terdiri dari dua jenis do’a, yaitu tasmi’ dan tahmid.

Bagaimana kedua do’a ini diucapkan saat melakukan i’tidal? Berikut ini beberapa penjelasannya:

1. Doa I’tidal Tasmi’ Saat I’tidal

Bacaan do’a tasmi’ i’tidal berdasarkan contoh dari Rasulullah adalah tepat dibaca setelah bangkit dari gerakan ruku’. Saat membaca doa tasmi’ posisi kedua tangan harus diangkat lurus dan sejajar dengan pundak dan telinga sebagaimana melakukan gerakan takbiratul ihram.

Adapun bacaan tasmi’ beserta artinya yang benar adalah:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

Sami Allahu liman hamidah.

Artinya: “Allah mendengar orang-orang yang memuji-Nya.”

3. Doa I’tidal Tahmid Saat I’tidal

Setelah membaca tasmi’, saat melakukan gerakan i’tidal dilanjutkan dengan membaca doa tahmid. Doa ini dibaca tepat saat posisi barang sudah berdiri tegak dan lurus setelah mengangkat kedua tangan. Adapun bacaan tahmid yang baik dan benar adalah:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Rabbanaa wa lakal hamdu

Artinya : Ya Tuhanku, bagi Mulah segala puji.

Berbeda dengan bacaan tasmi’, pada bacaan tahmid ini ada beberapa perbedaan pendapat terkait bacaannya. Berikut ini beberapa bacaan tahmid dalam i’tidal berdasarkan riwayat hadis:

رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

Rabbana lakal-hamdu mil’us-samaawaati wa mil-ul-ardhi wa mil’u maa syi’ta min sya’in ba’du. Artinya: “Ya Allah Tuhan kami! Bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh barang yang Engkau kehendaki sesudah itu.”

رَبَّنَا لَكَ الْحَمْد

Rabbanaa lakal hamdu

Artinya: “Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji.” (HR. Bukhari No. 722, 733, 789 dan Muslim No. 477)

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْد

Rabbanaa wa lakal hamdu

Artinya: “Wahai Rabb kami, dan bagi-Mu segala puji.” (HR. Bukhari No. 732, 734 dan Muslim No. 392, 411)

Kedua jenis bacaan tersebut memang umumnya dibaca saat i’tidal. Namun di luar itu, ada beberapa macam do’a i’tidal yang dibaca saat sholat. Berikut ini beberapa macam doa dalam i’tidal tersebut;

3. Doa I’tidal Umum

Macam doa yang pertama untuk gerakan i’tidal adalah sebagai berikut:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّموتِ وَمِلْ ءُالْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

Sami’allahu liman hamidah. Robbana walakal hamdu mil us samaa waa ti wa mil ul ardhi wa mil umaa syi’ta min syai in ba’du

Artinya :“Ya Allah, Tuhanku, bagiMu segala puji, sepenuh semua langit, sepenuh bumi, dan sepenuh semua apa yang Kau sukai dari sesuatu apapun”.

Doa ini sudah sangat umum digunakan oleh masyarakat luas, meskipun ada juga beberapa golongan yang tidak membacanya karena perbedaan dasar.

4. Doa I’tidal Versi Muhammadiyah Untuk I’tidal

Selain Do’a versi umum, ada juga doa khusus i’tidal versi Muhammadiyah yang dianut oleh golongan Muhammadiyah. Jadi bagi Anda yang merupakan penganut gerakan Muhammadiyah bisa menggunakan doa berikut ini untuk gerakan i’tidal:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّناَ وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًافِيْهِ

Sami’allaahu liman hamidah. Rabbanaa wa lakal hamdu hamdan katsiran thayyiban mubaarokan fiih

Artinya :“Allah mendengar orang yang memujinya. Ya Tuhanku, bagi Mulah segala puji, pujian yang banyak, baik dan memberkati

Baca Juga  Niat Sholat Jumat Imam & Makmum Arab Latin Beserta Caranya yang Benar

5. Doa I’tidal Sesuai Sunnah

Berikutnya ada doa yang sesuai dengan sunnah Nabi. Doa sesuai sunnah ini menggunakan bacaan tasmi’ dan tahmid sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya.

6. Doa Pendek I’tidal

Selain menggunakan bacaan doa sebagaimana yang disebutkan di atas, Rasulullah juga membaca doa yang pendek untuk i’tidal, doa yang dimaksud adalah:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Rabbanaa wa lakal hamdu

Artinya : Ya Tuhanku, bagi Mulah segala puji.

Cara Mengucapkan Doa I’tidal Dalam Sholat

Cara Mengucapkan Doa I'tidal Dalam Sholat

Bacaan dalam sholat untuk saat sholat sendiri dan saat sholat berjamaah memang umumnya sama.

Namun khusus untuk bacaan i’tidal terdapat perbedaan cara bacanya, yaitu:

1. Bacaan I’tidal Saat Sholat Sendiri

Saat melaksanakan sholat sendiri tanpa imam, maka ketika berdiri tegak lurus setelah bangkit dari gerakan ruku’ bacaan tasmi’ dan tahmid harus digabungkan. Ketentuan bacaan ini adalah berdasarkan hadis riwayat Bukhari, yaitu:

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ Dilanjutkan dengan membaca رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ

Sami’allahu liman hamidah dilanjutkan membaca Rabbana lakal hamdu

2. Bacaan I’tidal Saat Sholat Berjamaah

Berbeda halnya dengan aturan bacaan i’tidal saat sholat sendiri, saat sholat berjamaah cara baca do’a i’tidal antara imam dan makmum punya perbedaan.

Saat sholat berjamaah, seorang imam harus membaca doa tasmi’ dan tahmid sekaligus dengan menggabungkannya sebagaimana bacaan i’tidal saat sholat sendiri.

Berbeda lagi dengan imam, seseorang yang menjadi makmum dalam sholat berjamaah juga harus membaca bacaan i’tidal. Hanya saja bacaan i’tidal yang harus dibaca makmum hanyalah bacaan tahmid. Jadi makmum tidak perlu lagi membaca bacaan tasmi’.

Adapun bacaan tahmidnya dibaca tepat saat bangun dari ruku’ atau saat mengangkat tangan untuk gerakan i’tidal. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yakni:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Dan apabila imam mengucapkan ‘Samia’allahu liman hamidah’, maka ucapkanlah: ‘Rabbana lakal hamdu’.” (H.R. Bukhari no.796 dan Muslim no.409).

Posisi Tangan Saat Melakukan I’tidal

Posisi Tangan Saat Melakukan I'tidal

Sebagian dari Anda mungkin pernah atau sering melihat seorang muslim yang melakukan gerakan i’tidal dengan posisi tangan bersedekap saat membaca tahmid atau setelah mengangkat tangan secara lurus dan tegap. Namun sebagian besar juga ada yang posisi tangannya diletakkan lurus di samping tubuh.

Lantas dari penampakan ini, banyak bermunculan pertanyaan terkait posisi tangan yang benar saat melakukan i’tidal. Apakah posisi tangan harus bersedekap atau tidak? Sebenarnya secara jelasnya, tidak ada ada ayat Al-Quran maupun hadis yang benar-benar menjelaskan tentang posisi tangan i’tidal.

Namun ada suatu hadis yang menceritakan posisi tangan Rasulullah saat suatu hari beliau melakukan sholat berjamaah. Namun dalam hadis ini juga tidak dijelaskan secara terang soal posisi tangan i’tidal. Hadis yang dimaksud tersebut adalah riwayat Muslim, yakni:

أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ، – وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ – ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ، ثُمَّ رَفَعَهُمَا، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ، فَلَمَّا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا، سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ

Artinya: “ Wâil bin Hujr melihat Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya saat memasuki shalat sembari takbîratul ihrâm. Hammâm memberikan ciri-ciri, posisi tangan Rasulullah (saat mengangkat kedua tangannya) adalah sejajar dengan kedua telinganya. Kemudian Rasulullah saw memasukkan tangan ke dalam pakaiannya, menaruh tangan kanan di atas tangan kiri. Saat Rasulullah akan ruku’, ia mengeluarkan kedua tangannya dari pakaian lalu mengangkatnya, bertakbir sembari ruku’. Pada waktu ia mengucapkan sami‘llâhu liman hamidah, Rasul mengangkat kedua tangannya. Saat sujud, ia sujud dengan kedua telapak tangannya.” (HR Muslim: 401).

Namun selain dari hadis tersebut terdapat pendapat Nihayatul Muhtaj dari Imam Ramli yang menjelaskan bahwa posisi tangan saat usai mengangkat tangan dalam i’tidal adalah sunnahnya dilepaskan dan tidak dengan bersedekap. Berikut ini pernyataan dari Imam Ramli:

Baca Juga  Doa Sayyidul Istighfar: Cara Membaca & Makna Setiap Kalimatnya

وَقَوْلُهُ بَعْدَ التَّكْبِيرِ تَحْتَ صَدْرِهِ: أَيْ فِي جَمْعِ الْقِيَامِ إلَى الرُّكُوعِ خَرَجَ بِهِ زَمَنُ الِاعْتِدَالِ فَلَا يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ بَلْ يُرْسِلُهُمَا سَوَاءٌ كَانَ فِي ذِكْرِ الِاعْتِدَالِ أَوْ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ الْقُنُوتِ

Artinya: “ Menaruh kedua tangan di bawah dada, maksudnya kegiatan tersebut dilaksanakan pada semua posisi berdirinya orang shalat sampai ia akan ruku’. (Jika akan ruku’ maka dilepas). Teks tersebut tidak berlaku pada saat berdiri i’tidal. Pada waktu i’tidal, janganlah menaruh kedua tangannya di bawah dadanya, namun lepaskan keduanya. Baik saat membaca dzikirnya i’tidal, atau bahkan setelah selesai qunut.”

Pendapat dari Imam Ramli tersebut juga didukung dengan pendapat lain, yakni pendapat dari Syekh Al Bakri dalam kitab I’anatut Thalibin:

وَالْأَكْمَلُ أَنْ يَكُوْنَ ابْتِدَاءُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ مَعَ ابْتِدَاءِ رَفْعِ رَأْسِهِ، وَيَسْتَمِرُّ إِلَى انْتِهَائِهِ ثُمَّ يُرْسِلُهُمَا.

 Artinya: “ Yang paling sempurna adalah saat mengangkat kedua tangan itu dimulai berbarengan dengan mengangkat kepala. Hal tersebut berjalan terus diangkat sampai orang selesai berdiri pada posisi sempurna. Setelah itu kemudian kedua tangan dilepaskan.”

Fikih I’tidal

Fikih I'tidal

Setelah memahami doa i’tidal beserta syarat cara pengucapan doanya, hal yang juga cukup penting dicatat dengan baik adalah terkait fikih i’tidak itu sendiri. Beberapa poin dalam fikih i’tidal ini mungkin sudah disinggung pada pembahasan awal di atas.

1. Tuma’ninah Hingga Punggung Lurus

Pembahasan tentang tuma’ninah sebenarnya sudah banyak disinggung pada bahasan awal. Sejatinya tuma’ninah bukan hanya berarti berhenti sejenak.

Namun arti sebenarnya dari tuma’ninah di dalam sholat adalah melakukan segala gerakan dan dia yang sesuai dengan apa yang diatur dalam Islam. I’tidal adalah salah satu gerakan di dalam sholat yang sangat penting karena merupakan rukun sholat.

Ketika i’tidal terlewatkan, maka sholat seorang muslim bisa dikatakan tidak sah. Adapun mengerjakan gerakan i’tidal ini wajib menggunakan tuma’ninah. Lantas bagaimana sikap tuma’ninah dalam i’tidal yang sebenarnya.

Sikap tuma’ninah dalam i’tidal salah satunya adalah dengan mengangkat badan setelah melakukan gerakan rukuk. Posisi punggung harus tegap dan lurus sebagaimana contoh dari Rasulullah yang tertera dalam hadis berikut:

Ketika Nabi saw mengangkat kepalanya (dari rukuk) untuk berdiri hingga setiap ruas tulang punggung berada di posisinya semula.” (HR. Bukhari)”

2. Tuma’ninah Dalam Mengangkat Tangan

Tak hanya mengangkat tubuh atau badan, tuma’ninah dalam gerakan i’tidal juga harus memperhatikan posisi tangan. Tangan harus diangkat setelah mengangkat badan dari posisi rukuk. Posisi tangan sebagaimana contoh Rasulullah adalah lurus dengan telinga dan dada.

Gerakan tuma’ninah dalam mengangkat tangan saat i’tidal ini didasarkan pada sebuah hadis yaitu: Nabi saw biasanya ketika memulai sholat, ketika takbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepala setelah rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya.” (HR. Bukhari).

Memang pada umumnya fikih i’tidal dalam hal mengangkat tangan ini dilakukan setelah posisi rukuk.

Namun ada sebuah riwayat juga yang menyatakan bahwa gerakan mengangkat tangan ini tidak wajib dan beberapa sahabat juga tidak melakukannya. Adapun dasar dari pernyataan ini adalah:

“Aku pernah sholat bermakmum pada Ibnu Umar ra, ia tidak pernah mengangkat kedua tangannya kecuali pada takbir yang pertama dalam sholat (takbiratul ihram).” (HR. Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar, 1357, dengan sanad yang shahih).

3. Membaca Tasmi’

Tasmi’ adalah bagian dari bacaan sebelum doa i’tidal. Tasmi’ harus dibaca saat seseorang bangun dari rukuk. Biasanya tasmi’ ini dibaca bersamaan dengan saat mengangkat tangan dan tubuh dari posisi rukuk.

Adapun bacaan tasmi’ sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, termasuk aturan bacaan tasmi’ Saat sholat dilakukan dengan berjamaah. Bacaan tasmi’ akan dilanjutkan dengan bacaan tahmid. Dasar fikih i’tidal yang satu ini adalah:

“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah. Jika ia sujud maka sujudlah. Jika ia bangun (dari rukuk atau sujud) maka bangunlah. Jika ia mengucapkan: sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah: rabbana walakal hamdu. Jika ia sholat duduk maka sholatlah kalian sambil duduk semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berbagai doa i’tidal yang sudah dijelaskan di atas lengkap dengan syarat dan beberapa aturannya, bisa Anda ikuti berdasarkan keyakinan dalam dalilnya. Sebagaimana yang sudah disebutkan di atas, berbagai doa gerakan i’tidal dalam sholat masing-masing memiliki dasar atau dalilnya.

Tak hanya bacaannya, lebih dari itu doa dalam i’tidal juga harus benar-benar dipahami cara baca dan makna dari do’a tersebut agar saat sholat Anda semakin khusyu’.

Baca Juga:

Jangan sampai ketinggalan informasi terkini seputar teknologi dan tutorial terbaru dari Iuwashplus.or.id:

DMCA.com Protection Status